JENIS PENDEKATAN
Ada beberapa macam
pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara
lain :
1.
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar
lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran
tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam
membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian
proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru
dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa
Borko dan Putnam
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks
pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan
kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan
budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id).
Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada
dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan
kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks
secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya
berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk
mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka
sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual,
tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan
sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari
hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran
kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah
pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap,
nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan
kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui
pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven,
dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan
siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak
didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang
konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk
merancang cara dalam mengatasi masalah.
1.
Pendekatan
Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan
landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner
dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994),
McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori
konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif
melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran
terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada
struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat
pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan
seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan
proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah
selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai
penalaan atau tuning.Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur
kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada
padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh
dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini
dikenali sebagai parcing.
Pendekatan
konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar
digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang
dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini,
pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar
(1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih
tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan
pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van
Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa
pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman
dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
1.
Pendekatan Deduktif –
Induktif
A.
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif
ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal
pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses
pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya
dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
1.
Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan
induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun
konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan
data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006)
menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan
deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di
bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang
menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan
sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak
mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif
menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam
Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi.
Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on
previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer
informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan
dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan
generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh
urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan
beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji
pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan
pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah
dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan
induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah,
pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran
penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan
pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis
kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep,
aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat
bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep
atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau
kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah
pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa
tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada
abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan
induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994:
90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi
pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika
bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah
siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif,
pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
1.
Pendekatan Konsep dan
Proses
A.
Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa
dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di
dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep
yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami
konsep.
1.
Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati,
berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan
keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan
pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu
dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya
1.
Pendekatan Sains,
Tekhnologi dan Masyarakat
National Science
Teachers Association (NSTA)
(1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of
human experience. STM
dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains
dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an
interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in
order to meet the increasingdemands of a technical society, education must
integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara
sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi
terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan
pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State
University (2006: 1), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore
a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values,
and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi
sosialmempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari
National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 )
menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai
beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada
pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses,
dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat.
Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup
juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah
yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah –
langkah
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Sumber :
Abdul Rahim Rashid.
(1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran A
dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium
Sejarah,Universiti Malaya, Kuala
Lumpur, 30–31 Oktober.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal
learning. New York: A
Grune & Stratton
Inc.
Bybee, R. W. (1993).
Leadership, responsibility and reform in science education. B
Science Educator, 2,1–9.
Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High-
Based Education, dan
Life Skills di SMU. Jakarta:
Depdiknas.
Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial,
Paulo freire-Y.B
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka
(http.//www.contextual.org.id)
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
IOWA State University. (2003). Incorporating Developmentally
Appropriate
Learning Opportunities
to Assess Impact of Life Skill Development.
Lifeskills4kids. (2000). Introduction
& F.A.Q.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use
of Computer
assisted Language
Learning. The Internet TESL
Journal, Vol. VI, No. 12,
December 2000.
http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/
(Frequently Asked
Questions). kdavis@LifeSkills4Kids.com
Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui
Interaksi Positif dengan
Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP
Yogyakarta.
Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.
Yogyakarta: Jurdik
Fisika FMIPA UNY
Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:
Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher.
London: Merill
Publishing Company.
Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-
Masyarakat (STM) dalam
pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.
Komentar
Posting Komentar