INOVASI PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

            Pesatnya perkembangan lingkungan lokal, regional, dan internasional saat ini berimplikasi terhadap penanganan penyelenggaraan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan yang ada. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, kebutuhan untuk memenuhi tuntutan meningkatkan mutu pendidikan sangat mendesak terutama dengan ketatnya kompetitif antar bangsa di dunia dalam saaat ini. Sehubungan dengan hal ini, paling sedikit ada tiga fokus utama yang perlu diatasi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, yaitu: (i) upaya peningkatan mutu pendidikan; (ii) relevansi yang tinggi dalam penyelenggaraan pendidikan, dan (iii) tata kelola pendidikan yang kuat. Depdiknas menempatkan ketiga hal tersebut dalam rencana strategis pembangunan pendidikan nasional tahun 2004-2009, namun disadari bahwa ketiganya tetap mendesak dan relevan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional pada waktu yang akan datang.
Atas dasar itu, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan (Puslitjaknov) Balitbang Depdiknas dalam simposium nasional hasil penelitian pendidikan pada tahun 2009 mengangkat peningkatan mutu pendidikan, relevansi, dan penguatan tata kelola sebagai tema.
Simposium nasional penelitian dan inovasi pendidikan tahun 2009 merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh Puslitjaknov Balitbang Depdiknas sebagai wahana dan wadah untuk menjaring informasi hasil penelitian, pengembangan, dan gagasan inovatif yang bermanfaat dalam memberikan bahan masukan bagi pengambilan kebijakan pendidikan nasional.
Kata inovasi seringkali dikaitkan dengan perubahan, tetapi tidak setiap perubahan dapat dikategorikan sebagai inovasi. Rogers (1983 : 11) memberikan batasan yang dimaksud dengan inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang atau kelompok adopter lain. Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa karena seseorang baru mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima meskipun sudah lama tahu.

1.2. Rumusan Masalah
            Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian inovasi pendidikan ?
2.      Bagaimana keputsan inovasi dalam pembelajaran ?
3.      Bagaimana Pengertian, Prinsip dan model Inovasi dalam Pembelajaran Quantum ?
4.      Bagaimana Pengertian, Prinsip dan model Inovasi pembelajaran Kompetensi ?
5.      Bagaimana Pengertian, Prinsip dan model Inovasi pembelajaran Kontektual ?

1.3 Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah.
2.      Membekali diri akan konsep-konsep dan teori-teori Pengambilan Keputusan inovasi dalam pembelajaran,
3.      Teori Tentang Pengertian, Prinsip dan model inovasi pembelajaran Quantum
4.      Teori Tentang Pengertian, Prinsip dan model inovasi Pembelajaran Kompetensi
5.      Teori Tentang Pengertian, Prinsip dan model Inovasi pembelajaran Kontektual
6.      Agar mahasiswa/calon guru memahami inovasi pada pembelajaran kuantum serta dapat menerapkan pembelajaran kuantum dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

1.3. Metode Penulisan
            Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode study pustaka, yaitu penulisan dan penyusunan mengambil data-data dari beberapa sumber buku dan teknologi internet.























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Inovasi Pendidikan
           
Inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaharuan dan perbuahan. Inovasi ialah suatu perubahan yang baru yang menuju ke arah perbaikan yang lain atau berbeda dari yang sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan bererncana (tidak secara kebetulan saja).
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovsi oendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inverse (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memcahkan masalah pendidikan.
Demikian pula Ansyar, Nurtain (1991) mengemukakan inovasi adalah gagasan, perbuatan, atau suatu yang baru dalam konteks social tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sesuatu yang baru itu mungkin sudah lama dikenal pada konteks sosial lain atau sesuatu itu sudah lama dikenal, tetapi belum dilakukan perubahan. Dengan demikian, daat disimpulkan bahwa inovasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan adalah inovasi.
Pembaharuan (inovasi) diperlukan bukan saja dalam bidang teknologi, tetap ijuga di segala bidang termasuk bidang pendidikan.pembaruan pendidikan diterapkan didalam berbagai jenjang pendidikan juga dalam setiap komponen system pendidikan.
Sebagai pendidik, kita harus mengetahui dan dapat menerapkan inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses pembelajaran yang kondusif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Kemajuan suatu lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan yang rill dari siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak akan meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi di dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan yang ada.

            Menurut Santoso (1974), tujuan utama inovasi adalah, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.
Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas: sarana serta jumlah pendidikan sebesar-besarnya (menurut criteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunana), dengan menggunakan sumber, tenga, uang, alat, dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.
Tahap demi tahap arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia:

1.      Mengajar ketinggalan-ketinggala yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajara dengan kemjuan tersebut
2.      Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.

2.2. Pengambilan Keputusan Inovasi dalam Pembelajaran

            Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui individu  mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keuputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.
Teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.[1]
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1.      Tahap Pengetahan (Knowledge)  :Tahap pada saat seorang menyadari adanaya suatu inovasi  dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovas
2.      Tahap Bujukan (Persuation) : Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan bersaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterinmanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan katrakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi
3.      Tahap Keputusan ( Decision ) Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti  sepenuhnya  akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti  tidak akan menerapkan inovasi. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya. Ada dua macam penolakan inovasi yaitu : (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah  inovasi setelah melalui mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan terakhir menolak inovasi; (b) penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
4.      Tahap Implementasi ( Implementation ) :Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal  sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
5.      Tahap Konfirmasi ( Confirmation ) :Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya,dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap  konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas.
Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan  anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi[2] :
1.    Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakikat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2.    Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dinuatnya.
3.    Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan.

































BAB III
TEORI INOVASI PEMBELAJARAN

3.1. Inovasi Pembelajaran Quantum[3]

           Istilah “Quantum” dipinjam dari dunia fisika yaitu interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Maksudnya dalam pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam-macam interaksi dalam kegiatan belajar. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara aktif dan efisien. Selain itu, adanya proses pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, penyertaan segala yang berkaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan moment belajar, fokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, seluruhnya adalah hal-hal yang melandasi pembelajaran kuantum.

Ada dua konsep utama yang digunakan dalam pembelajaran kuantum dalam rangka mewujudkan energi guru dan siswa menjadi cahaya belajar yaitu :
  1. percepatan belajar melalui usaha sengaja untuk mengikis hambatan-hambatan belajar tradisional;
  2. Memahami kehidupan dan dunia anak, merupakan lisensi bagi para guru untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan siswa dalam meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam hal ini misalnya mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwa-peristiwa, pikiran atau perasaan, tindakan yang diperolah siswa dalam kehidupan baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Setelah kaitan itu terbentuk, maka guru dapat memberikan pemahaman tentang materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan, perkembangan, dan minat bakat siswa.
Pemahaman terhadap “hakikat” siswa menjadi lebih penting sebagai “jembatan” untuk menghubungkan dan  memasukan “dunia kita” kepada dunia mereka. Apabila seorang guru telah memahami dunia siswa, maka siswa telah merasa diperlakukan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, sehinggga pembelajaran akan menjadi harmonis seperti sebuah “orkestrasi” yang saling bertautan dan saling mengisi. Sebuah pepatah mengatakan, ajarilah, tuntun, fasilitasi, dan bimbinglah anak didik kalian, sesuai dengan kebutuhan dan daya pikirnya.

3.2.   Prinsip dan Strategi Pembelajaran Quantum
Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar). Setiap bentuk interaksi dengan pembelajar, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas.
Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum. Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini :
  1. Segalanya berbicara, maksudnya adalah seluruh lingkungan kelas hendaknya dirancang untuk dapat membawa pesan belajar yang dapat diterima oleh siswa, ini berarti rancangan kurikulum dan rancangan pembelajaran guru, informasi, dan bahasa tubuh, kata-kata, tindakan, gerakan, dan seluruh kondisi lingkungan haruslah dapat berbicara membawa pesan-pesan belajar bagi siswa.
  2. Segalanya bertujuan, maksudnya semua penggubahan pembelajaran tanpa terkecuali harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan terkontrol. Sumber dan fasilitas yang terlibat dalam setiap pembelajaran pada prinsipnya untuk membantu perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
  3. Pengalaman sebelum pemberian nama, maksudnya sebelum siswa belajar memberi nama (mendefinisikan, mengkonseptualisasi, membedakan, mengkategorikan,) hendaknya telah memiliki pengalaman informasi yang terkait dengan upaya pemberian nama tersebut.
  4. Mengakui setiap usaha, maksudnya semua usaha belajar yang telah dilakukan siswa harus memperoleh pengakuan guru dan siswa lainnya, pengakuan ini penting agar siswa selalu berani melangkah ke bagian berikutanya dalam pembelajaran.
  5. Merayakan keberhasilan, maksudnya setiap usaha dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran pantas dirayakan. Perayaan ini diharapkan memberi umpan balik dan motivasi untuk kemajuan dan peningkatan hasil belajar berikutnya.
Selanjutanya Bobby DePorter (1992), mengembangkan strategi pembelajaran kuantum melalui istilah TANDUR, yaitu:
  1. Tumbuhkan, yaitu dengan memberikan apresiasi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan siswa telah termotivasi untuk belajar dan memahami Apa Manfaatnya Bagiku (AMBAK).
  2. Alami, berikan pengalaman nyata kepada setiap siswa untuk mencoba.
  3. Namai, sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi dan metode lainnya.
  4. Demonstrasikan, sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan kemampuannya.
  5. Ulangi, beri kesempatan untuk mengulangi apa yang telah dipelajarinya, sehingga setiap siswa merasakan langsung dimana kesulitan akhirnya datang kesuksesan, kami bisa bahwa kami memang bisa.
  6. Rayakan, dimaksudkan sebagai respon pengakuan yang proporsional.

3.3. Model Pembelajaran Kuantum

Model pembelajaran kuantum identik dengan sebuah simponi dan pertunjukan musik. Maksudnya pembelajaran kuantum, memberdayakan sebuah potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. Untuk dapat mengarah yang dimaksud, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
  1. Optimalkan minat pada diri;
  2. Bertanggung jawab pada diri, sehingga anda akan mulai mengupayakan segalanya  terlaksana;
  3. Hargailah segala tugas yang telah selesai. (Howard Gardner, dalam DePorter, 2002).

           Tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa, melalui pengubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku. Berdasarkan prinsip dan asas landasan pembelajaran kuantum, guru harus mampu mengorkestrasi kesuksesan belajar siswa. Dalam pembelajaran kuantum, guru harus memiliki kemampuan untuk mengorkestrasi konteks dan kontens. Konteks berkaitan dengan lingkungan pembelajaran, sedangkan konten berkaitan dengan isi pembelajaran.





3.4. Inovasi Pembelajaran Kompetensi

Pembelajaran kompetensi menekankan pada pencapaian standar kompetensi yang diuraikan menjadi beberapa materi pelajaran yang cakupannya beberapa indikator. Proses pembelajaran kompetensi membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk dan mengubah struktur kognitif siswa. tujuan pengaturan lingkungan dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan pengguna fakta-fakta. Pembelajaran kompetensi memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan pembelajaran lainnya, seperti apa yang dipelajari siswa, bagaimana proses pembelajarannya, waktu belajar, kemajuan belajar siswa secara individu. Pembelajaran kompetensi memiliki beberapa model, yaitu model pembelajaran tematik dan model pembelajaran bermakna.
Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan dan bersikap. Kemampuan dasar ini akan dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian siswa. Kompetensi merupakn target, sasaran, standar sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Benyamin S. Bloom (1964) dan Gagne (1979) dalam teori-teorinya yang terkenal itu, bahwa menyampaikan materi pelajaran kepada siswa penekanannya adalah tercapai sasaran atau tujuan pembelajaran (instruksional). Cangkupan materi yang terkandung pada setiap kawasan kompetensi memang cukup luas seperti pada kawasan taksonomi dari Bloom, Krathwool dan Simpson.
Proses pembelajaran kompetensi membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk dan mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan lingkungan dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan pengguna fakta-fakta. Struktur kognitif akan tumbuh dan berkembang manakala siswa memiliki pengalaman belajar. Oleh karena itu pembelajaran kompetensi menuntut aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri.
Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas. Perumusan dimaksud diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi standar materi atau standar isi (content standard) dan standar pencapaian (performance standard). Standar materi berisikan jenis, kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus dikuasi siswa, sedangkan standar penampilan berisikan tingkat penguasaan yang harus ditampilkan siswa. Tingkat penguasaan itu misalnya harus 100% dikuasai atau boleh kurang dari 100%. Sesuai dengan pokok-pokok pikiran tersebut, masalah materi pembelajaran memegang peranan penting dalam rangka membantu siswa mencapai standar kompetensi.
3.5. Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi[4]
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.
Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
  1. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
  2. Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam KD dan SK tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
  3. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya.
  4. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
  5. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkunngan.
  6. Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta didik.
  7. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.
3.6. Model pembelajaran Kompetensi
Pembelajaran kompetensi memiliki beberapa model, yaitu model pembelajaran tematik dan model pembelajaran bermakna. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakana kepada siswa. Model pembelajaran tematik cocok diterapkan untuk siswa sekolah dasar kelas rendah. Sehingga guru harus pintar memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk tiap kelas dan semester dengan cara membuat matrik hubungan kompetensi dasar dengan tema.
Sementara pembelajaran yang bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegunaan pengalaman belajar bagi kehidupan nyata siswa. Tahapan dalam pembelajaran bermakana yaitu apersepsi, eksplorasi, konsolidasi pembelajaran, pembentukan sikap dan perilaku dan penilaian formatif. Model pembelajaran ini cocok untuk siswa sekolah dasar kelas tinggi. Kedua pendekatan ini dapat dikembangkan dengan tetap menyesuaikan terhadap tingkatan kematangan belajar anak.

3.7. Inovasi Pembelajaran Kontektual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2005).
Pembelajaran kompetensi merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya (Sukmadinata, 2004).
Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu:
a.       Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.      Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c.       Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d.      Memperaktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e.       Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
3.8. Prinsip Pembelajaran Kontektual
Elaine B. Jhonson (2002), mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontektual minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu saling ketergantungan (interdepence), diferensiensi (differetiation), dan pengorganisasian (self organization).
Pertama, prinsip saling ketergantungan (interdependence), menurut hasil kajian para ilmuan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung. Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat bekerja dan di masyarakat. Saling berhubungan ini bukan hanya sebatas pada memberikan dukungan, kemudahan, akan tetapi juga memberi makna tersendiri, sebab makna ada jika ada hubangan yang berarti. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata.
Kedua, prinsip diferensiasi (differentiation) yang menunjukkan kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman dan keunikan. Prinsip diferensiasi menunjukan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. Diferensiasi bukan hanya menunjukan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat simbiosos atau saling menguntungkan.
Prinsip pengorganisasian diri (self organization), setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan merealisasi semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu siswa mencapai keunggulan akademik,penguasaan keterampilan standar, pengembangan sikap dan moral sesuai dengan harapan masyarakat.

3.9. Model Pembelajaran Kontektual
Model pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran dimana siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, praktikum kelompok, saling bertukar fikiran, memberi dan menerima informasi.
Tahapan pembelajaran kontekstual meliputi empat tahap, yaitu:
  1. Tahap invitasi
Di sini, diharapkan agar siswa dapat mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan,, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.
  1. Tahap eksplorasi
Dalam tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru.
  1. Tahap penjelasan dan solusi
Siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman, dan ringkasan.
  1. Tahapan pengambilan tindakan
Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran kontekstual tersebut, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual seperti :
a.                   Pendahuluan
b.                  Isi
c.                   Penutup.









BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pembaharuan (inovasi) diperlukan bukan saja dalam bidang teknologi, tetap ijuga di segala bidang termasuk bidang pendidikan.pembaruan pendidikan diterapkan didalam berbagai jenjang pendidikan juga dalam setiap komponen system pendidikan.
Sebagai pendidik, kita harus mengetahui dan dapat menerapkan inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses pembelajaran yang kondusif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Kemajuan suatu lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan yang rill dari siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak akan meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi di dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan yang ada.




























DAFTAR PUSTAKA


Budiningsih, C. Asri, DR. 2005. Belajar dan Mengajar. Jajarta: Rineka Cipta
Mawarni S. 2013. Tahap Proses Keputusan Inovasi: http://kuliah-e-learning.blogspot.co.id/ diakses tanggal 16 Desember 2015

Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara
Ningrum A. 2012. Inovasi Pembelajaran kuantum: http://sweetcher.blogspot.co.id/ diakses tanggal 16 Desember 2015

Rahmayanti U. 2014. Pengamilan Keputusan Inovasi: https://ulfarayi.wordpress.com/  diakses tanggal 16 Desember 2015
Sandy J. 2011. Inovasi Pembelajaran Kompetensi: http://coretananaqkampoenk.blogspot.co.id/  diakses tanggal 16 Desember 2015

Wina, Sanjaya (2008). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana




[1] Mawarni S. 2013. Tahap Proses Keputusan Inovasi: http://kuliah-e-learning.blogspot.co.id/
[2] Rahmayanti U. 2014. Pengamilan Keputusan Inovasi: https://ulfarayi.wordpress.com/
[3] Ningrum A. 2012. Inovasi Pembelajaran kuantum: http://sweetcher.blogspot.co.id/
[4] Sandy J. 2011. Inovasi Pembelajaran Kompetensi: http://coretananaqkampoenk.blogspot.co.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS RPP SD KELAS IV

KAPITA SELEKTA PENDIDKAN PENDIDIAKN KONVENSIOANAL DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA